Nabi Ibrahim merupakan salah seorang dari 25 rasul yang
disebutkan Allah di dalam Al-qur’an. Nabi Ibrahim memilki kesabaran yang luar
biasa dalam kisahnya. Sebut saja saat beliau menantikan kehadiran buah hatinya
selama bertahun-tahun hingga usianya tak muda lagi. Namun, Ibrahim tetap
memohon dan bersabar hingga Allah memberikan karunia kepada Ibrahim dan
istrinya berupa buah hati. Juga ketika menghadapi kejamnya kekuasaan raja
Namrud. Ibrahim begitu sabar menghadapinya. Dengan itu begitu banyaknya gelar
yang di sandang Ibrahim. Ulul azmi, Khalilullah, dan lain lain.
Ketika membahas Khalilullah, maka banyak yang terbesit. Di
dalam Al – qur’an dijelaskan.
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dariapa orang yang
ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan,
dan ia mengikuti agama nabi Ibrahim yang lurus ? Dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi kesayangan-Nya.” (Q.S. An-Nisa : 125)
Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah yang artinya kekasih
Allah. Predikat ini bukan bikinan atau keinginan manusia apalagi permintaan
Nabi Ibrahim sendiri. Tetapi langsung Allahlah yang menganugrahkanya seperti
yang tercantum dalam ayat Al-Quran di atas. Sebagai kekasih Allah tentu saja Ia
(Allah) sangat sayang kepadanya. Sangat dekat dan do’anya selalu
dikabulkan.
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 124 s.d.129 menggambarkan
betapa Allah memenuhi segala do’a yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim a.s. antara
lain:
a. Keturunannya
banyak yang menjadi nabi dan rasul termasuk Nabi Muhammad saw.
b. Tanah
Mekah menjadi negeri yang aman, tentram dan sejahtera dikunjungi oleh jutaan
manusia setiap tahun.
c. Perjalanan
hidupnya dijadikan sebagai manasik haji, dan hingga kini seluruh umat Islam
senantiasa membacakan shalawat setiap hari kepadanya di dalam setiap shalatnya
bersamaan dengan shalawat kepada nabi Muhammad saw.
Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah tentunya berkat
usaha dan kesungguhnyanya dalam menegakkan syaria’at Allah dan pengabdiannya
yang tak terhingga sebagai seorang rasul meskipun banyak tantangan dan
rintangan yang ia alami. Di dalam kitab Nashaihul ibad diceritakan bahwa ada
tiga hal yang menyebabkan Nabi Ibrahim mendapat gelar “Khalilullah” yaitu:
a. Beliau
selalu mengutamakan perintah Allah di atas perintah-perintah selainNya termasuk
perintah akal dan perasaannya. Artinya Beliau a.s. selalu “sami’na wa atha’na “
(patuh dan ta’at) tanpa pikir-pikir dalam melaksanakan perintah-Nya meskipun
perintah tersebut dirasakan sangat bertentangan dengan akal dan perasaannya.
Tetapi karena perintah itu sudah jelas dari Allah, ia pasrah kepada
kehendakNya. Contoh bagaimana Beliau a.s. telah merelakan putranya Ismail untuk
disembelih karena atas perintah Allah. Kecintaan kepada Allah mengalahkan
kecintaan kepada putranya, Ismail. Nilai inilah yang terus menerus diwariskan
dan ditanamkan kepada anak keturunannya termasuk kita umat Islam. Allah telah
mengingatkan di dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 24 jika kita lebih
mencintai dan lebih mengutamakan selain Allah dan rasulNya, “ tunggu apa yang
akan terjadi.
b. Beliau
tidak pernah resah dan khawatir terhadap segala sesuatu yang telah ditanggung
oleh Allah, misalnya masalah rizqi, keamanan, kematian, jodoh dan sebagainya.
Sebab itu, beliau dengan tenang hati meninggalkan istri dan putranya Ismail
yang masih bayi di tengah-tengah padang pasir yang masih ganas, karena Beliau
harus memenuhi panggilan Allah Swt. Demikian pula beliau tidak khawatir
terhadap keselematan dirinya ketika Beliau dilemparkan kedalam gunung api oleh
raja Namrud. Beliau yakin jika ia menolong Allah, pasti Allah akan menolongnya
(Q.S. Muhammad: 7)
c. Ketiga,
Beliau tidak akan makan kecuali secara berjama’ah. Ada sebuah riwayat bahwa
jika Beliau mau makan suka berjalan sepanjang satu hingga dua mil untuk mencari
teman makan. Betapa pentingnya nilai berjama’ah, jangankan shalat fardhu, makan
saja sebaiknya selalu berjama’ah. Nilai inipun diwariskan kepada kita, umat nabi
Muhammad Saw. Di dalam salahsatu haditsnya belilau menyatakan bahwa shalat
berjama’ah lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan shalat sendirian.
Perbandingannya adalah 27: 1. Rasulullah sendiri telah mencontohkan bahwa
sepanjang hayatnya tidak pernah shalat maktubah lima waktu dilakukan sendirian,
terkecuali menyelang wafatnya karena sudah tidak kuat lagi ke masjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar